Sunday, July 26, 2015

Sakitnya DiGituin

Source. www.huffingtonpost

Asli sakitnya luar biasa. Pelakunya mungkin terbahak, menikmati, bergembira. Bahkan mengajak temannya untuk ikutan. Membagi kenikmatan sesaat. Sementara korbannya terluka, berdarah-darah, sambil bertanya pada dunia, kenapa mereka melakukan itu. Tidak ada satu perempuan pun suka digituin.
Di pandang hina hanya karena statusnya. Dipandang rendah karena kejahatan orang lain. Dinistakan hanya karena menegakkan haknya.

Dunia berteriak mengatakan bahwa perempuan equal dengan laki-laki. Tapi lihat kenyataannya. Dunia yang sama, yang diagungkan para 'pejuang hak perempuan' adalah dunia yang melecehkan perempuan.

Seorang yang dilabeli janda, masih dianggap sebagai sosok gampangan. Thanks to media, yang sering sekali menampilkan sosok perusak kebahagiaan, sosok yang merebut suami orang, atau perempuan murahan yang gampang digrepe-grepe dengan label janda. Lihat saja film atau sinetron, stereotipe janda adalah gampangan, bertebaran dimana-mana.

Sedikit yang mau melihat janda bukan pilihan suka cita. Banyak yang tak punya pilihan selain melegalkan statusnya sebagai janda. Dari pada dipukuli setiap hari, atau diperlakukan hanya sebagai alat pemuas sexual laki-laki yang mengaku suami, tapi tak pernah peduli. Yang penting kapan dia mau, tak boleh melawan, walaupun kondisi tak logis. Belum lagi kasus tulang rusuk yang jadi tulang punggung, perempuan bekerja suami ongkang kaki. 

Atau seperti aku. Single Mother. Langsung didefinisikan jelek dan gampangan. Sepupuan pandangan sebagian laki-laki (atau perempuan) bahwa single mother gak jauh-jauh dari hamil diluar nikah tapi tak mau menikah. Ujungnya, ya lagi-lagi, gampangan.

Historically, death of a partner was a major cause of single parenting. Single parenting can result from separation, death, divorce of a couple with children, or parents that never married. Custody battles, awarded by the court or rationalized in other terms, determine who the child will spend majority of their time with. This affects children in many ways, and counseling is suggested for them. A mother is typically the primary caregiver in a single parent family structure because of divorce or unplanned pregnancy.
Wikipedia dan banyak sumber lain menjelaskan lebih realistis. Yang namanya single mother itu terjadi karena perpisahan, bija jadi kematian atau perceraian. In my case, perceraian.

Aku memilih membesarkan sendiri, Khalid. Meskipun bukan anak kandungku, tapi kami punya hubungan darah yang kental, dia putra almarhumah kakak kandungku.

Tapi lihatlah, lagi-lagi siapa yang mau repot bertanya. Langsung sejak aku menuliskan statusku, sebagai single mother, bertaburan inbox cabul sampai merendahkan. Hei, kamu tu harus tahu, yang kamu ajak bicara itu tulang rusuk yang memilih jadi tulang punggung, yang diberi second chance setelah cedera dihajar tsunami. Jadi maaf, bukan perempuan berjiwa cabe-cabean. (klik report, remove, block, the end)

Begitu juga penilain tentang perempuan. Bagus kalau terbuka, yang bisa dilihat dari dada sampai celah kehormatannya, itu dianggap modern. Yang menutup diri dicaci maki kampungan, dibilang fanatik, arabisasi. 

Padahal kalau kami menutupi payudara kami supaya tidak bisa dipelototi laki-laki yang belum halal untuk kami salahnya dimana? Padahal kalau kami menutupi lekuk liku tubuh kami karena kami tak suka laki-laki yang bukan pasangan sah kami, tidur malam sambil memeluk guling tapi berhayal pada lekuk tubuh kami, sampai ke tingkat membayangkan hubungan intim, itu salahnya kami menutupi diri kami dimana?

Sakit banget digituin tahu. Direndahkan, dihina, diperlakukan murahan, hanya karena kami berusaha menjaga diri kami, mempertahankan harga diri kami, memperjuangkan kehormatan kami.

Dan yang lebih sakit lagi, ada perempuan yang merasa modern karena rela digituin. Entah kemana dia saat mati nanti. Karena aku tahu, aku percaya, Tuhanku menuntut aku bertanggung jawab atas tubuh dan hidup yang diberikannya.

Aku tidak bercita-cita, ketika mati lalu ditanya bagaimana aku menghargai diriku, lalu kujawab "Dengan harga obral, soalnya malu gak ikut gaya barat, dibilang fanatik yang terkontaminasi arabisasi. Westernisasi itu katanya lebih keren Tuhan." | I.K 

4 comments:

  1. "Yang berkilau itu cuma emas"

    Begitulah anggapan 'sebagian' masyarakat kita.

    ReplyDelete
  2. Sabar lah, Allah berserta orang2 yang sabar. Marah pun kita, jika iman tidak ada di dada, tak kan sampai pesan baik yang kan di berikan. Jaza kumullahu khairan katsi raa.

    ReplyDelete
  3. Saya suka dengan tulisan anda yang secara lugas and to the point mengenai apa yang anda lihat saat ini.. tetaplah kritis dalam berpikir.. tapi sekali2 bolehlah menulis tentang sisi positif anak muda Aceh.. Salaam

    ReplyDelete
  4. Terus berjuang dan pantang menyerah, kesalahan kita selama ini karena belum mampu mentransfer makna dari istilah modern, sekular maupun liberal, secara benar, sehingga mereka menganggap ketiga istilah itu merupakan gaya barat yang harus diikuti.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...