Wednesday, February 3, 2016

Menetapkan Hati


Pagi ini, setelah lama menunda-nunda. Juga takut kerana tinggal tanpa kerabat. Kepindahanku kembali ke komplek, ke rumah yang dulu ku tempati bersama mereka yg kini telah tiada, juga mempengaruhi. Dikuatkan oleh yang lain, dan tahu aku tak lagi sendiri. Keputusan besar itu kutetapkan.

Dan tersenyum ketika ibu angkatku menyambut di depan pintu, "Barakallah, aneuk meutuah."

Monday, January 25, 2016

Menjumpai Mereka



Jaraknya hanya dua puluh langkah, kurang lebih. Tapi trupa-rupanya menempuh jarak itu aku butuh nyali besar. Setengahnya sudah ku lewati. Konyol rasanya, berdiri dibalik mobil avanza yg parkir di depan bangunan disampingnya. Aku bisa melihat mereka. tepat di depan pintu. Hanya beberapa langkah lagi. Tapi nyali ini mendadak ciut. Ruko dua lantai berwarna hijau itu terasa semakin menjulang. Aku menyerah berbalik pulang, seharusnya tadi aku minta Cek Min menunggu setelah ia mengantarku, tapi berjalan kaki menuju rumah Cek Min di Kapai Kleng terasa lebih mudah dibanding beberapa langkah lagi ke tempat mereka. Papan nama bulat bertuliskan Atjeh Coffee Shop, mungkin tertawakan aku yang jadi pengecut.

Tuesday, December 29, 2015

Janda


Menyakitkan bagiku. Untuk kesekian kalinya, aku harus mendengar omongan tak beradab. Laki-laki berstatus guru senior di satu SMA terkenal di kotaku, suami dari seorang perempuan yang masih cantik diusia 50an, dan ayah dari 6 putri.

Dengan tak malu, dia berbisik mengajak melakukan hal yg hanya dibolehkan bagi suami istri. Ajakan yang muncul hanya karena aku seorang janda. Gempar lorong kami saat nampan kue kulemparkan ke wajahnya.

Tuesday, December 22, 2015

Pertemuan Tak Disengaja

Source. Kompasiana.com
Kemana saja. Itu pertanyaan yang mengisi inbox. Dan jawabnya tak sulit. Tidak kemana-mana. Rumah, dapur, pasar, menjemput lelaki kecilku dari sekolah, lalu kembali lagi ke rumah.

Rutinitas harian yang begitu konstan. Tak ada ruang untuk hal lain, bahkan nyaris tak ada ruang untuk diri sendiri. Walaupun sebenaranya ada sih, tapi celah itu tidak besar dan terisi. Aku masih sangat mensyukuri ruang kecil itu, aku masih punya waktu untuk menikmati ibadahku. 

Tahajud sebelum memulai urusan dapur. Subuh setelah iqamah berkumandang, selalu ada tempat untuk shalat dan mengaji, bahkan aku masih bisa membaca selembar dua lembar buku, tapi begitu kecilnya celah itu, tak memungkinkan untk menulis, buka laptop, apalagi ke salon mengurusi diri secara khusus. Sosmed dan hingar bingarnya, bukan duniaku.

Pagi ini, berbeda.

Tuesday, September 15, 2015

Ketika Anakku Mengatakan Tak Perlu Ayah

Source. carrotsareorange.com

Kemarin aku dipanggil kepala sekolah dan wali kelas Khalid. Sebabnya karena Khalid menjawab saat ditanya guru, kenapa dia tidak mengumpulkan tugas puisi 'Ayahku'.

"Aku tidak perlu ayah, sudah ada ummi, dan itu cukup." Begitu jawabnya, dan guru pun melapor, mencurigainya sebagai anak bermasalah mungkin.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...