Jaraknya hanya dua puluh langkah, kurang lebih. Tapi trupa-rupanya menempuh jarak itu aku butuh nyali besar. Setengahnya sudah ku lewati. Konyol rasanya, berdiri dibalik mobil avanza yg parkir di depan bangunan disampingnya. Aku bisa melihat mereka. tepat di depan pintu. Hanya beberapa langkah lagi. Tapi nyali ini mendadak ciut. Ruko dua lantai berwarna hijau itu terasa semakin menjulang. Aku menyerah berbalik pulang, seharusnya tadi aku minta Cek Min menunggu setelah ia mengantarku, tapi berjalan kaki menuju rumah Cek Min di Kapai Kleng terasa lebih mudah dibanding beberapa langkah lagi ke tempat mereka. Papan nama bulat bertuliskan Atjeh Coffee Shop, mungkin tertawakan aku yang jadi pengecut.
Sepanjang jalan sore tadi. Aku berpikir. Ditemani suara ketuk tongkatku setiap kali aku melangkah.
Seumur hidup aku tak pernah takut apapun. Perceraian, hinaan, dan banyak kesulitan yang harus dihadapi dalam menjalani hidup, yang semakin tak mudah terutama kalau kita adalah seorang janda dengan kaki hanya satu, yang harus menggunakan tongkat untuk berjalan kemanapun. Tapi aku sanggup. Bukan sombong, bahkan aku tak menganggapnya susah.
Tapi menjumpai mereka. Orang-orang yang tulisan-tulisannya ku baca dan kukagumi, ternyata lebih menakutkan. Udara sore yang gerah, dan jalan yg agak berdebu tidak membuat rasa dingin yang tadi datang hilang seketika.
Memejamkan mata,rasanya masih terbayang. Tidak semua terlihat jelas, dan sepertinya baru yang perempuan yang datang. Ada yang berjilbab merah, dengan blazer putih, biru, coklat, hitam. Dan aku bertanya-tanya, yang mana diantara mereka Mira. Yang mana kak Fardelyn, yang mana Aini.
Menjumpai mereka dalam nyata tentu lebih menyenangkan. Tapi mengagumi mereka ternyata membuatku berjarak. Ada rasa takut terhadap penilaian bila berjumpa. Konyol, dan menjadi lebih konyol karena aku tahu, tak ada apapun yang seharusnya ditakutkan.
Seharusnya aku tak perduli saja. Tak ada penilaian apapun yang membuatku buruk dimata mereka. Kalaupun ada, aku tak dirugikan walaupun seujung kuku. Tapi rasa takut ini tak rasional. Tak masuk akal sehat. Tak bisa ku pahami.
Cek Min mengomel panjang ketika aku sampai di rumahnya. Kenapa tidak menelpon, kenapa tidak minta dijemput. Dan ada banyak kenapa lainnya. Saudara sepupu mamak ini memang lembut hatinya, tak cocok dengan wajah garangnya. Aku bahkan lupa kalau aku punya hp, benda yg memang hanya kugunakan kalau sangat terpaksa.
Aku mengalihkan omelan panjang lebarnya dengan pesanan kue yg kuminta ditangani istrinya. Sejak awal aku memang tak ingin menerima pesanan kue kotak. Terlalu menyita waktu dan membuat rumah terbengkalai. Percakapan itu, tentang kue dan beberapa alat yang harus kami pindahkan dari rumahku di Lingke ke Kapai Kleng, berhasil mengalihkan omelannya.
Lutut dan sambungan tempat kaki palsuku terasa nyeri. Baru kali ini aku berjalan sejauh tadi. Mungkin sudah waktunya mempertimbangkan untuk membeli motor matic tiga roda seperti yang pernah kulihat dipakai oleh penyandang disabilitas sepertiku.
Setelah shalat Isya, dan mengaji, pikiran ini kembali tenang. Rasa kesal karena jadi pengecut itu hilang. Aku memikirkan lagi mereka, dan mungkin aku hanya belum siap bertemu mereka. Orang-orang yang menjadi pelipur hati dengan segala cerita dalam tulisannya. Perjalanan ke pulau jauh dan tempat-tempat indah. Cerita sehari-hari. Dan hal yang menarik yang belum bisa kujalani.
Dengan tumpukan rantangan anak-anak kos, kue-kue yg harus kusiapkan setiap pagi, cucian tetangga, mengurusi buah hatiku yang beranjak remaja, waktuku tak banyak, dan sisanya untuk istirahat, menyimpan tenaga untuk hari berikutnya.
Mungkin lain waktu, aku bisa menyapa mereka sambil tertawa. Tapi sekarang, tak perduli seberapa inginnya aku, prioritasku bukan itu.
Maafkan Mala, kawan-kawan. Senang bisa melihat kalian.
bener tuh, seharusnya Mala gak usah mikir / peduli apapun, samperin aja. Mira juga belum setahun kenal langsung sama mereka, rada minder juga awalnya ketemu orang-orang kece ini. Tapi sisi lain mikir, ini salah satu bentuk silaturrahmi, inshaAllah banyak kebaikan yang bisa di dapat :)
ReplyDeleteMalaaaaa... mira makin pengen ketemu kan jadinyaaa :)
Mira, mala gak seperti Ashanti. Gak rugi hehehe
ReplyDeletesemoga lain waktu bisa ketemu ya mala, kalau saya ke banda saya juga pingin ktemu mala dan lainnya.
ReplyDeleteOalah, gara-gara Mira ma kak Eky ni ga jadi mampir, padahal ada Hijrah di situ, kita bisa ngobrol juga :)
ReplyDeletehahahaha..
ReplyDeleteayo Mala, kapan dimana kita bisa ketemu2 :D